Rusdin Djibu, Pentingnya Akidah Akhlak Dalam Moderasi Beragama Di Era Merdeka Belajar

Gorontalo – Dr. Rusdin Djibu, M.Pd berbicara tentang pentingnya Akidah Akhlak dalam moderasi beragama di era merdeka belajar.

Hal ini disampaikan Rusdin Djibu saat memberikan materi pada kegiatan Webinar Nasional Pendidikan yang diselenggarakan oleh Program Studi Doktor Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo, Kamis, (14/07/2022).

Menurutnya, Akidah Akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk mempraktekkan perilaku terpuji, tidak hanya mempelajari teori-teori yang telah disampaikan oleh guru.

“Karena dengan mempraktekkan perilaku terpuji, maka akan membuat seorang muslim menjadi berakhlak karimah terhadap dirinya maupun orang lain,” ungkap salah satu dosen tetap pada Jurusan PLS FIP UNG.

Rusdin mengatakan, Akidah Akhlak ini terdiri dari dua kata yaitu akidah dan Akhlak. Menurut Syahidin (2009:91) aqidah berasal dari kata aqada-ya’qidu-aqdan yang berarti mengingat atau mempercayai/meyakini. Jadi aqidah berarti ikatan, kepercayaan atau keyakinan.

“Sedangkan kata akhlaq berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat”

“Akidah Akhlak adalah dasar-dasar pokok keyakinan sesuai ajaran Islam mengenai sikap atau perilaku seorang muslim untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dalam mengharapkan Ridho Allah SWT,” ujar Rusdin.

 Lebih lanjut, Ia menjelaskan, Moderasi atau ajaran inti agama Islam. Islam moderat adalah paham keagamaan yang sangat relavan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri

“Jadi, moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah berbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, juga antara radikalisme dan sekularisme,” jelasnya.

Moderasi beragama ini kata Rusdin, adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).

“Indikator moderasi beragama ini secara umum yakni tawasuth (pertengahan), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), i’tidal (konsisten, tegas dan berlaku adil),” terangnya.

Sementara itu, untuk Kurikulum Merdeka kata Rusdin, adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

“Implementasi kurikulum Merdeka ini sebagai bentuk fasilitasi dari Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang ditujukan kepada Ibu Bapak guru, para kepala sekolah, kepala madrasah, dan kepala PKBM dalam mempersiapkan keterlibatannya pada Kurikulum Merdeka pada tahun ini hingga kedepanya,” ujarnya.

Dirinya menambahkan, upaya mewujudkan umat Islam yang moderat ini, seperti menurut Prof. Quraish Shihab, adalah dengan cara memahami teks-teks al-Qur’an dan hadis dengan memperhatikan tujuan kehadiran agama (maqashid al-syari’ah).

“Menyandingkan dan menyinergikan pesan-pesan mulia agama dengan derap kemajuan zaman. Serta selalu bekerjasama dengan semua kalangan umat Islam,” imbuhnya. (Humas FIP)

Leave a Comment