Mengenal Kebijakan Untuk Anak Usia Dini

Gorontalo, fip.ung.ac.id – Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan unik. Anak usia dini berada dalam masa keemasan di sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Masa ini merupakan periode sensitif, selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya.

Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan menguasai lingkungannya. Usia keemasan merupakan masa di mana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari.

Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.

Pemerintah memandang pentingnya pendidikan usia dini sebagai titik sentra untuk membangun pondasi dasar kepribadian anak, demi menjadi manusia yang beradap di masa mendatang.

Ada beberapa kasus kekerasan terhadap anak kekerasan fisik contonya: Seorang boca perempuan berusia 6 tahum disiksa ibu kandung dan kekasi ibu kandungnya sendiri. Ia mengalami luka-luka dan pata tulang tangan. tak hanya itu, sang ibu dan kekasinya tega meningalkan anak malang ini begitu saja di sebua pemukiman warga. Balita tidur lemas di lantai, diduga dieksploitasi untuk mengemis.

Kasus eksploitasi anak biasanya terjadi ketika para pngemis menggunakan anak-anak kecil untuk mengundang rasa simpati. Hal ini dapat mendorong banyak orang hingga akhirnya memberikan uang. Jumlah pekerja anak di perkirakan bertamba 9 juta pada tahun 2022 angka tersebut mewakili 63 juta anak perempuan dan 97 juta anak laki-laki, setara dengan I dari 10 anak di seluru dunia. Selain itu peningkatan kemiskinan akobat COVID-19 dapat membalikan kemajuan bertahun-tahun dalam memerangi pekerja anak.

Di perkirakan, akan ada tambahan 9 juta anak yang beresiko pekerja anak 2022. Di manapun anak tinggal hak-hak mereka harus terpenuhi, termasuk terbebas dari resiko menjadi pekerja anak atau mengalami bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Sistem perlindungan perlu di perkuat meningkatnya kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak.

Di Indonesia salah satu kebijakan yang mengatur mengenai kebijakan perlindungan anak terhadap tindak kekerasan di lembaga pendidikan yaitu terdapat pada Undang-Undang No. 35 tahun 2014 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain”.

Walaupun sudah ada kebijakan Yang mengatur mengenai perlindungan anak di satuan pendidikan tersebut, namun dalam impementasinya masih banyak kasus kekerasan yang terjadi. Padahal notaben nya lembaga pendidikan merupakan tempat seorang anak mendapatkan ilmu serta pengalaman untuk mengembangkan bakat dan juga minat yang dimilikinya.

Sebagai salah satu contoh tindakan kekerasan di lingkungan masyarakat yaitu pada tahun 2022 ini telah terjadi beberapa aksi kekerasan terhadap anak di bawah umur, melibatkan ayah kandung, ibu tiri dan nenek tiri di Kota Gorontalo belum lama ini menarik perhatian pemerintah Kota Gorontalo, khususnya DPPKB-P3A Kota Gorontalo.

Menurut kadis DPPKB-P3A Kota Gorontalo, Eladona Oktamina Sidiki, dugaan kahus tersebut harus dijadikan sebagai pembelajaran untuk semua orang tua. Mantan camat kota timur ini mengatakan, dugaan kasus cukup menarik perhatian seluruh masyarakat dan pemerintah daerah apalagi kaum ibu. Karena yang menjadi korban adalah anak yang masih di bawah umur, dan membutuhkan perhatian khusus dari orang tua. Ini tentunya menjadi pembelajaran, bukan hanya untuk masyarakat, akan tetapi Pemerintah Daerah Khususnya DPPKB-P3A Kota Gorontalo.

Dugaan kasus kekerasan terhadap anak kerap terjadi, sering kali didasari oleh beberapa faktor. Mulai dari ekonomi keluarga, ketidak harmonisnya lingkungan keluarga, ketidak siapnya orang tua memiliki anak dan minimnya pemahaman orang tua terhadap cara asuh anak. (***)

Leave a Comment