Gorontalo, fip.ung.ac.id – Dalam rangka kegiatan penguatan pendidikan karakter bagi pengurus OSIS di SMK Negeri I Popayato Kabupaten Pohuwato, Dr. Rusdin Djibu, M.Pd mengajak siswa untuk tidak melakukan perbuatan bullying di sekolah.
Dalam materinya, Dr. Rusdin Djibu, M.Pd menyampaikan, bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti korban secara mental, fisik maupun seksual.
“Ancaman yang dilakukan sekali saja, tapi jika membuat korbannya merasa ketakutan secara permanen, juga merupakan bullying atau perundungan. Berdasarkan penelitian di luar negeri, ada 40-80% anak usia sekolah mengalami bullying, dan 10-15% kemungkinan adalah korban atau pelaku”
“Sebanyak 60% siswa SD dan SMP menyatakan bahwa bullying merupakan sesuatu masalah besar yang mempengaruhi kehidupan mereka dan menyatakan sering khawatir menjadi korban kekerasan dan pelecehan di sekolah dibandingkan ketika mereka menuju sekolah atau pulang sekolah,” ujar Rusdin.
Sedangkan berdasarkan penelitian di Indonesia, kata Rusdin, terdapat 31,8% bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, 77,3% bullying non verbal, 40,1% bullying verbal, dan 36,1% bullying fisik.
“Penelitian tahun 2008 terhadap 1500 pelajar SMP dan SMA di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya: 67% mengaku di sekolah mereka pernah terjadi bullying. Pelakunya kakak kelas, teman, adik kelas, guru, kepala sekolah hingga preman sekolah”
“Kemudian data Komnas Perlindungan Anak tahun 2009: 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual dan 176 kekerasan psikis,” ungkap dosen yang dulu pernah menjabat Ketua Jurusan PLS FIP UNG.
Lebih jauh, Rusdin menjelaskan, ada beberapa jenis bullying yang mungkin dapat terjadi di lingkungan sekolah yang perlu diketahui bersama. Bullying fisik, bullying jenis ini biasanya merupakan bentuk kekerasan yang terjadi dengan menyakiti fisik seseorang seperti memukul, menampar, memalak, mendorong, mencubit, mencakar, dll.
“Selanjutnya bullying verbal, bullying jenis ini biasanya terlontar melalui kata-kata yang tidak menyenangkan. Dapat berupa ejekan, umpatan, cacian, makian, celaan, serta fitnah. Semua jenis ungkapan berupa kata-kata yang bersifat menyakiti orang lain”
“Dan ketiga, bullying psikologis. Di lingkungan sekolah, bullying psikologis kerap terjadi karena muncul kelompok-kelompok tertentu yang berseberangan dengan kelompok atau individu lain, sehingga muncul pengucilan terhadap seseorang yang dianggap berseberangan,” jelasnya.
Selain dikucilkan, kata Rusdin, pada jenis bullying psikologis ini, seorang siswa dianggap “berbeda” dengan kebanyakan siswa di sekolah akan diabaikan, dicibir, dengan segala hal yang dapat membuat siswa tersebut diasingkan dari kelompoknya.
“Guru dan karyawan ataupun orang tua di sekolah, harus paham akan bahaya bullying dan harus kompak mengawasi dan menghentikan segala bentuk tindakan bullying di lingkungan pendidikan.
“Guru juga harus berperan, selalu memberikan pendidikan karakter bagi anak di sekolah. Jangan sampai ada tindakan bullying, namun guru tidak tahu,” kata Rusdin. (Humas FIP)