Gorontalo, fip.ung.ac.id – Saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan perubahan ekonomi, sosial, dan budaya dengan laju yang tinggi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, era globalisasi, dan persaingan bebas. Selain itu, tingginya angka pengangguran di Indonesia merupakan tantangan tersendiri yang juga perlu diupayakan penanggulangannya. Sebagai dampak dari Pandemi Covid-19 yang dialami dunia berimbas pada banyak lapangan pekerjaan hilang, sementara berbagai jenis pekerjaan baru bermunculan. Dalam kondisi yang sangat dinamis ini, diperlukan transformasi pembelajaran untuk bisa membekali dan menyiapkan lulusan menjadi generasi yang unggul.

Upaya transformasi tersebut diupayakan melalui Merdeka Belajar – Kampus Merdeka yang tertuang padaPermendikbud Nomor 3 tahun 2020 tentang standar Nasional Perguruan Tinggi. Merdeka Belajar –Kampus Merdeka (MBKM) adalah Program Pemerintah tentang Sistem Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Menurut Nadiem Makarim, Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karier masa depan. Selanjutnya merdeka belajar bermaksud memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan dari birokratisasi. Para Dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.

Oleh karena itu Program MBKM merupakan program yang dicanangkan Pemerintah dengan tujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan untuk bekal memasuki dunia kerja. Hal ini dipersepsikan sebagai upaya menekan angka pengangguran yang selama ini masih cukup tinggi. Sesuai data Badan Pusat statistic, hingga Bulan Februari 2022 angka pengangguran di Indonesia sekitar 12.157.882 orang atau 5,83% dari jumlah angkatan kerja. Dari Jumlah tersebut penganggur dengan ijazah sarjana/Diploma sekitar 1.702.103 atau sekitar 14% dari total penganggur. Dalam penerapannya, lewat Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk 1 (satu) semester (setara dengan 20 SKS) menempuh pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama; dan paling lama 2 semester atau setara dengan 40 SKS menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar perguruan tingginya.

Istilah “merdeka” jika diterjemahkan menggunakan tesaurus berarti “bebas”. Dengan demikian istilah merdeka belajar dapat dimaknai dengan bebas berfikir, bebas mengakses, bebas memilih ataupun bebas berinovasi. Berdasarkan referensi tersebut dalam tulisan ini konsep “merdeka belajar” dimaknai sebagai suatu persfektif belajar, berfikir, bertindak, dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan yang maju dan meningkat menjadi indicator kemajuan suatu negara. Di era saat ini dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin pesat maka peluang sistem belajar yang dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja merupakan suatu kebutuhan. Belajar tidak harus terkurung pada ruang kelas dengan aturan-aturan yang kaku, tidak harus diikat oleh waktu dan tidak harus dari satu sumber yaitu guru sebagaimana pada pendidikan formal (sekolah). Jauh sebelumnya Pendidikan Luar sekolah telah menerapkan tiga hal tersebut, yaitu: (i) belajar di mana saja, (ii) belajar kapan saja, dan (iii) siapa saja menjadi sumber belajar. Hal ini berarti bahwa konsep Merdeka sebetulnya telah diterapkan pada Pendidikan Luar Sekolah baik jalur nonformal maupun jalur informal.

Dua tokoh Pendidikan Dunia sebagai inspirator Pendidikan Luar sekolah (Pendidikan Non Formal adalah Ivan Illics dan Paulo Freire. Ivan Illich dalam bukunya berjudul “Bebas dari Sekolah” mengemukakan beberapa konsep tentang kebebasan dalam belajar. Illich cenderung mendefinisikan pendidikan dalam arti luas. Baginya pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dalam kehidupan untuk mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan. Jadi pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman belajar sesorang sepanjang hidupnya.

Menurut Illich bahwa sistem pendidikan yang baik dan membebaskan harus mempunyai tiga tujuan, yaitu: (i) pendidikan harus tersedia bagi semua orang yang ingin belajar peluang untuk menggunakan sumber-sumber daya yang ada pada suatu ketika dalam kehidupan mereka; (ii) pendidikan harus mengizinkan semua orang, yang ingin membagikan apa yang mereka ketahui, untuk menemukan orang yang ingin belajar dari mereka (iii) sistem pendidikan dapat memberi peluang kepada semua orang yang ingin menyampaikan suatu masalah ke tengah masyarakat untuk membuat keberatan mereka diketahui oleh umum. Dari tiga tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan bagi Illich adalah terjaminnya kebebasan seseorang untuk memberikan ilmu dan mendapatkan ilmu, karena memperoleh pendidikan dan ilmu adalah hak dari setiap warga negara di mana pun. (Illich, 1971, hal. 75-76).

Selanjutnya Paulo Freire dalam metode pengajarannya, menggunakan pendekatan kultural dan proses dialogis. Freire mengajar dengan menunjukkan realitas kontekstual masyarakat yang menjadi anak didiknya.Menurut Freire pendidikan yang ideal, seharusnya berorientasi kepada nilai-nilai humanisme. Humanisme pendidikan yang dimaksud Freire adalah mengembalikan kodrat manusia menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau objek. Freire berharap sistem pendidikan ini menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia dari kondisi ketertindasan.

Selain itu, Freire menginginkan proses belajar sebagai bentuk investigasi kenyataan, artinya proses pendidikan melibatkan indentifikasi permasalahan yang terjadi di masyarakat. Konteks pendidikan negara agraris misalnya, kurikulum pendidikannya juga harus melibatkan realitas permasalahan pertanian di dalamnya. Freire juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara pendidik dan peserta didik. Proses ini merupakan investigasi bersama-sama yang terus dilakukan oleh para peserta didik. Para peserta didik diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu proses yang tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para pendidik, mereka harus memposisikan diri juga sebagai peserta didik yang tidak pernah berhenti untuk belajar. Dalam tahap ini, Freire percaya bahwa pendidikan yang dialogis dapat menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.

Dari kajian tersebut nampak bahwa konsep Merdeka Belajar – Kampus Merdeka pada dasarnya merupakan konsep yang telah diterapkan pada Pendidikan Luar Sekolah. Kajian pada mata kuliah kemasyarakatan mencakup berbagai bidang kehidupan riil di masyarakat. Idealnya mahasiswa Pendidikan Luar sekolah. Oleh karena itu implementasi konsep Merdeka belajar – Kampus Mengajar pada Pendidikan Luar Sekolah tidak mengalami kesulitan yang berarti. (***)

Penulis adalah Dosen di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo.

Surel: misran@ung.ac.id

Leave a Comment