Gorontalo, fip.ung.ac.id – Menjadi pembicara seminar nasional yang diselenggarakan secara daring oleh Prodi S3 Pendidikan Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) pada Selasa tanggal 06 September 2022, Prof. Dr. Novianty Djafri, M.Pd.I mengungkapkan model guru penggerak untuk sekolah merdeka.
Menurutnya, guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya, untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
“Guru penggerak diharapkan menjadi pemimpin- pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia. Program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak.
“Selama pelaksanaan program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru. Guru dapat meningkatkan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid. Selama pelaksanaan program, guru akan dibimbing oleh instruktur, fasilitator, dan pengajar praktik professional,” ujar Prof. Novi.
Prof. Novi menjelaskan, guru penggerak ini merupakan agen transformasi pendidikan menuju ke arah yang lebih baik dan berlandaskan pada filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Untuk dapat menuntun siswa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
“Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru penggerak diantaranya yaitu menuntun siswa dalam pembelajaran bak filosofi seorang petani dalam menumbuhkan tanamannya dengan penuh kasih sayang, menghamba pada sang anak, memahami kodrat anak (kodrat alam dan kodrat zaman), memperbaiki laku siswa agar selaras antara budi dan pekertinya, serta menjadikan siswa sebagai manusia yang merdeka”
“Peran guru penggerak di dalam pembelajaran dan pengembangan sekolahnya ini antara lain: berkolaborasi dengan orangtua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan kepemimpinan murid. Serta menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah,” jelasnya.
Selain itu, kata Prof. Novi, guru penggerak ini harus mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi dan berkolaborasi, dan memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual. Selanjutnya guru penggerak mampu merencanakan, melaksanakan, merefleksikan, mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan melibatkan orangtua.
“Guru berkompetensi dan profesional ini harus mampu menjadi chance pembelajar dan penggerak di lingkungannya. Guru juga harus mampu berkolaborasi dan dapat menghadirkan bentuk-bentuk pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan; misalnya; permainan-permainan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh siswa”
“Tentunya dengan kegiatan bermain sambil belajar (Tingkat rendah anak TK, SD) maka siswa akan lebih senang dalam belajar dan apa yang mereka pelajari akan lebih lama diingat (OutBonD). Guru harus meggunakan alat bantu; teknologi untuk pendekatan dan metode pembelajaran,” kata Prof. Novi.
Dirinya berharap, banyak teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam menunjang pembelajarannya. Misalnya pelatihan pemanfaatan teknologi yang berupa game untuk mendukung pembelajaran.
“Bermain merupakan kodrat seorang anak yang tidak dapat kita larang, namun kita dapat memfasilitasi proses pembelajaran, karena dalam merdeka belajar para pendidik menjadi fasilitator (memfasilitasi proses pembelajaran) Era 4.0”
“Peningkatan kompetensi seorang guru sudah sewajarnya dilakukan, tidak hanya oleh pemerintah tapi dari diri guru itu sendiri. Guru harus punya kemauan keras untuk bisa lebih profesional sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai,” pungkasnya. (Humas FIP)