Gorontalo, fip.ung.ac.id – Pengabdian Kolaboratif Perkumpulan Program Studi Doktor Pendidikan (PPSDP) Se-Indonesia, Prof. Novianty Djafri., M.Pd.I memperkuat strategi penyusunan materi esensial kurikulum merdeka bagi guru-guru di SMK Ma’arif Kota Yogyakarta, Minggu (18/09/2022).
Menurutnya, Kurikulum Merdeka mempunyai formula ajar yang berbeda dengan kurikulum yang dipakai sebelum-sebelumnya. Dimana, dalam Kurikulum ini mengedepankan flaksibelitas dan kemerdekaan mengajar atau belajar bagi siswa dan guru.
Pada kurikulum Merdeka ini nantinya merupakan proses belajar-mengajar yang lebih fokus pada materi-materi esensial. Yaitu materi-materi yang dianggap konten pokok, sehingga tidak memberatkan guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar.
“Karena materi esensial dinilai lebih bisa berikan efektivitas serta pemahaman lebih baik. Guru akan mudah dalam menghasilkan karya ilmiah. karya inovatif namun pelatihan untuk guru harus terus di perhatikan oleh pemangku kebijakan, yakni berupa seminar guru untuk pengembangan profesional dan kompetensinya,” ungkapnya.
Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) itu menjelaskan, pemilihan materi esensial sebagai salah satu pendekatan pembelajaran kurikulum merdeka. Pada kurikulum Merdeka ini, nantinya proses belajar-mengajar akan lebih fokus pada materi-materi esensial yang di praktekkan kepada siswa dengan eksplorasi guru lebih dikedepankan.
Maka, penting di perhatikan buku panduan yang di dalamnya berisi konten materi-materi yang dianggap pokok beserta teknik dan cara serta langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan tugas, sehingga dapat membantu guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar.
“Karena materi esensial dinilai lebih bisa memberikan efektivitas serta pemahaman lebih baik. Materi yang bersifat esensial, menjadi bentuk pemuliahan dari evaluasi kurikulum sebelumnya. Terdapat beberapa hal yang menjadi alas an dibalik pemilihan materi esensial dalam kegiatan pembelajaran,” terangnya.
Prof. Novi mengatakan, fokus materi esensial bisa terwujud karena dipicu oleh hal-hal sebagai berikut: Pembelajaran yang mendalam (diskusi, kerja kelompok, pembelajaran berbasis problem dan projek, dll) hal ini membutuhkan waktu guru untuk memahami bahwa setiap siswa memiliki karakteristik masing-masing serta memiliki kecepata kognitif yang berbeda-beda.
Sehingga memerlukan waktu dalam memahami satu materi yang diberikan oleh guru, tidak bisa dengan secepat kilat. Pada fase ini, penerapan pendekatan student centered dalam merdeka belajar penting, dimana siswa perlu waktu yang longgar untuk mampu memahami materi, mengembangkan kompetensinya, bukan kesannya seperti dikejar oleh waktu, sebab siswa masih memiliki kebingungan dalam menerima materi yang baru.
“Materi yang terlalu padat akan mendorong guru untuk menggunakan ceramah satu arah atau metode lain yang efisien dalam mengejar ketuntasan penyampaian materi. Hal ini terjadi di kurikulum 2013 yang dinilai terlalu padat materi, padahal waktu siswa untuk memahami juga terbilang sedikit. Sehingga siswa bisa kewalahan dan guru hanya akan sibuk menyampaikan materi tanpa penjelasan yang efektif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Novi menerangkan, dengan ini guru didorong untuk terus mengembangkan metode serta model pembelajarannya dalam menyampaikan materi kepada siswa, agar lebih efektif secara waktu dan materi-materi yang disampaikan juga mudah diterima oleh siswa.
Fokus materi esensial berikutnya yaitu kurikulum prototipe berfokus pada materi esensial di tiap mata pelajaran, untuk memberi ruang/waktu bagi pengembangan kompetensi. Terutama kompetensi mendasar, seperti literasi dan numerasi secara lebih mendalam.
“Perwujudan kurikulum berfokus pada materi esensial diharapkan bisa memperbaiki kekuarangan pada kurikulum sebelumnya dengan pelonggaran materi pelajaran dan pemberian waktu lebih fleksibel,” tutur Prof. Novi.
Kaprodi S3 PPs UNG itu menuturkan, pemilihan materi esensial ini harapannya, guru dan siswa memiliki waktu yang lebih untuk bisa mendalami materi yang diajarkan. Dan lebih secara utuh mengetahui tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta dapat mencapai tujuan tersebut secara maksimal.
Fokus selanjutnya adalah membangun karakter siswa. Jika sistem pembelajaran bisa punya waktu yang lebih longgar, guru juga bisa menyisipkan nilai-nilai pembentukan karakter. Saat proses belajar-mengajar, tidak hanya penyampaian materi yang penting diterima.
“Sejalan dengan Proyek Profil Pelajar Pancasila, yang menjadi program dalam Kurikulum Merdeka. Dengan memilih materi esensial tentu guru dan siswa bisa lebih mengembangakan karakter dan membentuk siswa untuk memiliki profil pelajar Pancasila,” pungkasnya. (NK)