fip.ung.ac.id, Gorontalo – Dalam setiap zaman dan periode tertentu, selalu saja ada istilah-istilah baru yang  diciptakan atau tiba-tiba muncul dalam pergaulan sehari-hari, terutama di kalangan anak-anak muda yang kemudian digunakan secara luas dan seakan menjadi trend yang tidak tabu lagi digunakan. Jika dimaknai, istilah-istilah baru yang terlahir dan umumnya digunakan oleh anak-anak muda, jauh lebih terterima karena mampu menciptakan nuansa yang santai sehingga menjadi bahasa gaul yang terkadang juga digunakan oleh kalangan orang yang lebih dewasa.

Memasuki awal tahun 2000 misalnya, istilah-istilah seperti “mager”, gabut, baper dan banyak lagi, menjadi trend sebagai bahasa gaul yang memiliki arti dan makna yang tidak hanya relevan dan berkorelasi dengan penggambaran psikologi anak muda, tapi juga di kalangan orang dewasa.

Bahkan lebih dari itu, mesti istilah-istilah ini tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun dalam karya-karya sastra seperti novel, cerpen dan juga sinetron dan konten-konten lainnya yang identik dengan anak-anak muda, istilah ini sering digunakan dalam kerangka menyesuaikan, atau bentuk dari adaptasi terhadap fenomena yang digandrungi oleh anak-anak muda.

Istilah-istilah baru yang menjadi bahasa gaul ini, juga dapat dipandang sebagai bagian dari kreasi atau kreatifitas anak muda yang bersumber dari daya pikir maupun akal budi anak muda yang memiliki relevansi terhadap watak, sikap, kepribadian, gaya hidup dan fenomena lainnya.

Jika dianalisis lebih jauh, ternyata istilah-istilah teranyar yang muncul pada dekade tahun 2000-an ini lebih merujuk pada tuntutan efisiensi kata, hemat,praktis, sederhana dan memberikan ruang ekspektasi yang luas bagi orang lain.

Istilah “mager” misalnya, merupakan penggabungan dari kata “malas gerak” yang berarti bahwa seseorang tidak ingin melakukan apapun, berdiam diri dan memberi isyarat bahwa ia tidak ingin diganggu. Demikian pula dengan kata “gabut” merupakan gabungan dari kata “gaji buta”. Jika dimaknai secara harfiah, berarti menerima gaji tanpa bekerja dan berkeringat.

Namun di kalangan anak muda, gabut bukan saja mengandung arti secara harfiah, tapi juga menggambarkan suasana hati yang tidak “mood”, tidak bersemangat pikiran yang kacau dan gelisah. Dalam sebuah obrolan misalnya, “kenapa kamu murung saja’, jawabannya, “lagi gabut nih”‘ Artinya, dia lagi tidak mood, ada sesuatu yang meresahkannya yang menjadi beban pikirannya.

Jika demikan artinya, maka istilah ‘gabut” merupakan bahasa sindiran atau satire yang seakan mengajarkan bahwa makan “gaji buta” itu seharusnya meresahkan jiwa, membuat gelisah dan mengendurkan semangat sehingga sangat tidak arif untuk dilakoni, menerima gaji tanpa bekerja.

Istilah lainnya yang juga saat ini menjadi bahasa gaul adalah “BAPER” yang merupakan gabungan dari dua suku kata “Bawa Perasaan”. “Jangan BAPER Bro !”, seperti itulah ungkapan yang sering terucap dari seseorang, ketika menghadapi atau melihat  orang lain di dekatnya yang sangat “sensitif”, seperti mudah tersinggung reaksioner dan sebagainya.

Dalam konteks ini, istilah merupakan ungkapan kepada seseorang yang terlalu “mengambil hati” atau perasaan yang berlebihan dari setiap perkataan atau tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang diekspresikan melalui kesedihan, kecewa, marah,benci, dendam, iri hati  bahkan terlalu bergembira dan ceria mendapatkan iming-iming atau rayuan dari seseorang

Karena sangat terkait dengan emosi, sikap, tabiat dan watak seseorang, maka istilah BAPER, tidak hanya akrab dan menjadi bahasa gaul di kalangan anak muda, tapi juga di kalangan orang dewasa, orang tua, bahkan terkadang juga menghinggapi para pejabat, pengusaha sukses, politisi dan sebagainya.

Istilah BAPER dengan demikian, muncul dan seakan menjadi “pakaian” seseorang karena dipicu oleh beragam faktor. Namun yang paling dominan adalah sensitifitas yang tidak terkendali karena kehilangan kendali yang seakan-akan melupakan bahwa hidup bijak adalah “melapangkan” hati dan qalbu yang di dalamnya bersemayam nilai-nilai kearifan sebagai manusia.

Dari sini ternyata, orang dewasa justru layak belajar banyak pada anak-anak muda yang selama ini terkadang dipersepsikan sebagai orang yang masih harus banyak belajar. Bahkan boleh disebut, bahwa anak-anak muda kaum millenial saat ini, justru tengah membelajarkan orang-orang dewasa dengan cara mereka sendiri, salah satunya melalui pendekatan  “bahasa”

Paling tidak, dari istilah BAPER ini, siapapun kita seakan mendapatkan “tausiah” dari anak-anak muda kita, bahwa hidup tidak hanya berbicara tentang apa yang didapat, diraih dan digapai, tapi yang teramat penting adalah bagaimana “memanajemen qalbu” agar memantulkan cahaya kebaikan diri sendiri dan orang lain. Itulah sebabnya, terdapat istilah “Nurani” yakni “cahaya atau nur yang menerangi hati, agar berhati-hati sehingga  tetap ingat mati”.

Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda,”Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dengan begitu, BAPER sebagai bagian dari bahasa gaul di kalangan anak muda membawa sisi positif yang mengandung nilai edukasi di dalamnya. Paling tidak, bahwa dalam hidup ini, jangan terlau “sensi”, melainkan senantiasa bersikap, bertindak dan berperilaku sesuai kaidah dan norma yang berlaku. Sabar, Syukur dan doa adalah kuncinya. (***)

Leave a Comment