fip.ung.ac.id, Gorontalo – Pada kegiatan Online Conference of Education Research International (OCERI) tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Program Studi S3 Ilmu Pendidikan PPs Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Prof. Dr. Novianty Djafri., M.Pd.I berbicara tentang pentingnya digitalisasi pendidikan serta plus minusnya, Sabtu (22/10/2022).
Guru Besar Tetap FIP UNG itu mengatakan, abad ini merupakan abad yang bisa ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi. Tanpa disadari, para generasi sudah melebur pada era modern. Di era tersebut, semua hal dapat diakses tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
“Hanya cukup menggenggam smartphone dan menyediakan akses internet, maka akan segera mengetahui kondisi dan informasi terbaru seluruh negeri tanpa menunggu bertahun-tahun. Kemajuan seperti ini menjadikan anggapan bahwa segala sesuatu yang mustahil akan menjadi mungkin dan lumrah dimanfaatkan oleh para individu”
“Fase masyarakat informasi merupakan fase dimana terjadi pertukaran maupun penggunaan teknologi komunikasi dengan durasi dan intensitas yang tinggi. sederhananya, informasi tersebut sudah menjadi bagian inti dari kebutuhan manusia,” ungkap Prof. Novi.
Prof. Novi menjelaskan, sebagaimana sebuah istilah yang menyebutkan bahwa “Informasi merupakan kunci kehidupan dari berlangsungnya kehidupan di semua bidang; pendidikan, politik, hukum, social maupun bisnis”.
“Fase masyarakat informasi juga disamakan dengan era modern bagi para pakar komunikasi yang ada di dunia. Secara tidak langsung fenomena tersebut akan menjadikan masyarakat menerima dan mulai membuka diri dengan sejumlah perkembangan media maupun teknologi komunikasi secra global”
“Bahkan, teknologi menjadi suatu aspek penunjang yang bisa diperhitungkan untuk bisa menunjang proses ekspansi jaringan informasi, pendidikan, ekonomi dan bisnis. Perlu dipahami, bahwa teknologi yang sudah ada sekarang tentu tak bisa dibendung,” jelas Ketua Prodi S3 Ilmu Pendidikan PPs UNG.
Menurutnya, mau tak mau seluruh aspek kehidupan harus mampu menerima dan merespon dengan baik. Salah satunya yakni sisi pendidikan atau proses digitalisasi pendidikan. Proses ini tentu berkaitan dengan aspek literasi digital.
“Menurut maknanya, digitalisasi merupakan proses perubahan sesuatu menjadi digital atau bisa didefinisikan sebagai serangkaian proses digitasi dimana terdapat tahapan pengambilan pada benda fisik serta proses analog menjadi bentuk digital”
“Sedangkan, literasi digital adalah kemampuan pada aspek pengetahuan dan kecakapan individu pada penggunaan media digital, jaringan internet maupun alat komunikasi pada proses penemuan informasi lalu kemudian dievaluasi,” ucapnya.
Lebih jauh, Ketua Forhati Kota Gorontalo itu mengungkapkan, fenomena digitalisasi pendidikan ini dianggap sebagai bentuk rasa syukur. Sebab keberadaan teknologi tersebut mempermudah berbagai pekerjaan khususnya bagi guru/pendidik dan peserta didik.
“Contoh dari digitalisasi pendidikan yang positif yakni terlaksananya kebijakan pembelajaran/kegiatan Elearning/daring/virtual (PJJ) yang mengusung konsep penggunaan teknologi sebagai bentuk dari penjagaan protokol kesehatan dimasa pandemik, teknologi menjadi sangat bermanfaat”
“Kemudian, para guru sendiripun juga mendapat kemudahan dalam mengisi penilaian maupun memberikan tambahan dukungan bagi pembelajaran peserta didik. sebab segala sesuatu dapat dijalankan secara online,” ucap Prof. Novi.
Meski terdapat beberapa manfaat yang bisa diambil dari digitalisasi pendidikan, Prof. Novi mengatakan, masih saja ada kelemahan yang harus anda pahami supaya bisa menghindarinya. Adapun kelemahan digitalisasi pendidikan diantaranya yakni: Pertama, menjadikan peserta didik lebihmenyenangi hal instan dibandingkan melakukan kerja keras.
“Hari ini banyak didapati fakta bahwa generasi Z maupun baby boomers rentan untuk rebahan dan malah lebih aktif memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang tidak berguna. Padahal, sudah seharusnya mereka memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan daya kreativitas dan pengetahuan agar menjadi orang yang terdidik”
“Kedua, digitalisasi pendidikan membuat generasi menjadi pengikut trend dari pada menjadi seorang pionir perubahan. Hari ini, lebih sering terlihat fakta bahwa generasi suka mengikuti trend tanpa mengetahui esensi dasarnya. Padahal, penting bagi generasi untuk senantiasa mengkaji esensi yang penting supaya segala sesuatu yang dilakukan selanjutnya dapat berjalan dengan optimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Prof. Novi, kelemahan yang ketiga, digitalisasi pendidikan menyebabkan generasi tak bijak dalam menyaring informasi. Hal ini begitu penting untuk dipahami sebab jika tidak, maka percuma teknologi canggih tapi generasi di ambang kehancuran.
“Keempat, digitalisasi pendidikan menyebabkan generasi mengadopsi berbagai perilaku amoral. Tidak bisa dinafikan, kalau teknologi sampai menjadikan generasi harus terseret arus globalisasi. Salah satunya yang mengkhawatirkan yakni aktivitas pergaulan bebas serta amoral lainnya”
“Kelima, digitalisasi pendidikan menjadi ruang terbukanya perdebatan tak masuk akal dan malah menghabiskan waktu, apalagi jika terkait dengan SARA. Perdebatan ini malah seakan-akan menjadi tren dan ada yang sampai saling menyalahkan saudara sesama. Demikian mengenai digitalisasi pendidikan diantara plus minusnya atau antara positif dan negatifnya,” tandasnya. (NK)