fip.ung.ac.id, Gorontalo – Dalam rangka mencegah kekerasan perundungan terhadap anak, Dr. Rusdin Djibu, M.Pd didaulat menjadi narasumber pada kegiatan sosialisasi pencegahan perundungan (bullying) roots di SMP Negeri 1 Popayato Kabupaten Pohuwato, Selasa (08/11/2022).
Roots adalah sebuah program pencegahan perundungan berbasis sekolah yang telah telah dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak 2017 bersama Pemerintah Indonesia, akademisi, serta praktisi pendidikan dan perlindungan anak.
Mengawali materinya, Dr. Rusdin Djibu, M.Pd mengatakan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) RI menjelaskan, bullying atau penindasan/perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan menyiksa orang lain
“Adapun beberapa jenis-jenis bullying yang bisa menimpa anak-anak, yakni: Penindasan Verbal. Penindasan Fisik. Pengucilan atau Bullying Relasional, Cyberbullying, Penindasan Seksual. Penindasan Secara Emosional”
“Kasus perundungan atau yang biasa disebut sebagai tindak bullying adalah suatu tindak kejahatan yang berdampak sangat berat kepada korban. Tindakan bullying ini dapat digambarkan sebagai tindakan menindas suatu kelompok kecil atau perorangan yang dianggap lebih rendah oleh para pelaku bullying,” ujar Rusdin.
Rusdin mengatakan, cara Mengatasi Bullying di Sekolah adalah dengan mendeteksi tindakan bullying sejak dini, memberikan sosialisasi terkait bullying, memberikan dukungan pada korban. membuat peraturan yang tegas tentang bullying, memberikan teladan atau contoh yang baik, mengajarkan siswa untuk melawan bullying, membantu pelaku menghentikan perilaku buruknya.
“Kenapa perundungan bisa terjadi? Penyebab Bullying ini adalah, pembully selalu ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis juga bisa menjadi penyebab muncul pelaku bullying”
“Dampak dari perundungan adalah korban menjadi minder, kurang percaya diri dan menarik diri. Oleh karena itu kita perlu menjadi teman yang bisa diajak bicara dan berbagi cerita sehingga menumbuhkan trust terhadap kita, lalu kita bisa memotivasinya bahwa korban bukanlah seburuk apa yang pelaku labelkan kepada korban,” tuturnya.
Dampak bullying-bullying, kata dosen tetap Jurusan PLS FIP UNG ini, sebagai suatu permasalahan global. Di satu sisi, perilaku ini juga membuat pihak berwenang mengencangkan peraturan terhadap pelakunya.
“Namun di sisi lain, bullying kemudian terlihat sebagai fase normal yang seolah harus dilewati ketika bertumbuh menjadi remaja dan dewasa. Kadang kita juga lupa, bahwa dampak bullying begitu berpengaruh di masa depan seseorang”
“Akibat bullying dalam jangka pendek sendiri dapat terlihat jelas. Apalagi jika perundungan terjadi secara fisik. Luka memar dapat langsung terlihat serta menjadi pemicu yang akan membuat pelaku minta maaf,” ucap Rusdin.
Menurutnya, apa yang akan terjadi secara mental? Belasan atau bahkan puluhan tahun setelahnya, luka mental ini bahkan akan sangat sulit sembuh. Kondisi ini bukanlah nyanyian cengeng para korban bully, melainkan didasarkan kepada hasil penelitian yang sahih.
“Baik di jangka pendek atau jangka panjang, dampak bullying sendiri perlu diketahui oleh semua orang, terutama di antaranya pada anak, orang tua, dan guru. Korban bully seringkali menunjukkan berbagai gejala masalah psikologis, bahkan setelah perundungan berlangsung. Kondisi yang paling sering muncul ialah depresi serta gangguan kecemasan”
“Selain itu, pengaruh bullying pada kesehatan mental pada remaja dan anak ialah rasa sedih, rendah diri, kesepian, serta hilangnya minat pada hal yang biasa mereka sukai, serta perubahan pada pola tidur ataupun pola makan,” jelas Rusdin.
Ia menambahkan, efek bullying ini kemudian akan menyebabkan gejala psikosomatis, diantaranya masalah psikologis yang memicu gangguan pada kesehatan fisik. Hal ini tak hanya berlaku pada orang dewasa, tapi juga pada anak-anak.
“Sebagai contoh, saat waktunya masuk sekolah, anak kemudian akan merasa sakit perut serta sakit kepala meski secara fisik tak ada yang salah di tubuhnya. Bullying juga akan menyebabkan anak mengalami gangguan pencernaan Bukan hanya pada memar ataupun rasa terluka akibat kekerasan fisik yang dialaminya”
“Korban bullying juga sering mengalami kecemasan yang kemudian akan memicu stres pada tubuh. Kondisi ini juga akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan, serta sering sakit, terkena gangguan pencernaan, juga berbagai masalah lainnya. Bullying pada anak juga akan memperburuk masalah kesehatan yang kemudian mereka derita sebelumnya,” ujarnya. (NK)