fip.ung.ac.id, Opini – Pola asuh digital merupakan suatu model pengasuhan anak yang menyesuaikan perilaku anak dengan perangkat digital. Pada prinsipnya, pola asuh ini menanamkan sikap bijak berperilaku dengan perangkat digital dan internet untuk meminimalisir dampak-dampak negatif yang dapat terjadi pada anak. Pengasuhan anak menjadi tanggung jawab bersama ibu dan ayah. Gaya pengasuhan antara ayah dan ibu itu berbeda. Karena adanya anggapan jika ayah mengasuh anak cenderung lebih tegas dan mengedepankan fisik. Sedangkan ibu dinilai lebih lembut dan pengertian dalam pengasuhan anak. Idielanya ada keterpaduan antara pengasuhan ayah dan ibu.
Saat ini kita memangberada di era digital, dimana urusan tidak bisa di lpeaskan dari pengaruh perangkat elektronik. Kita mengandalkan gadget atau gaway dalam hampir semua aspek kehidupan. Kita berkomunikasi dengan orang lain, mendapatkan informasi, konsultasi kesehatan, bahkan menemukan tips cara memperbaiki barang yang rusak juga melalui gaway. Saat ini tidak hanya orang tua saja, anak dengan usia dinipun sudah mulai menggunakan telepon pintar.
Penelitian menunjukan bahwa anak usia 2-5 tahun memang sudah terampil menggunakan perangkat layar sentuh untu menenton vidio atau main game. Mereka menemukan bahwa sebanyak 72 persen di antaranya mengena gaway pada usia kurang dari 2 tahun. Oleh karena itu,penting untuk kembali memahami pola pengasuhan yang paling sesuai dengan situasi ini suapaya anak-anak kita menerapkan perilaku digital yang sehat.
Pola pengasuhan tersebut juga dengan digital parentingatau pola asuh digital. Pola asuh digital merupakan suatu model pengasuh anak yang menyesuaikan perilaku anak dengan perangkat digital. Prinsipnya, pola ini menanamkan sikap bijak berperilaku dengan perangkat digital dan internet untuk meminimalilisir dampak-dampak negatif yang terjadi pada anak.Dampak Negatif Perangkat Elektronik Bagi Anak
- Gangguan Kesehatan
- Memeperpendek Rentang Atensi Anak
Gaya pengasuhan ibu, Ibu pada umumnya memiliki perana yang lebih banyak dalam pengasuhan anak, hubungan emosional yang lebih besar pada ibu dan anak ketimbang ayah dan anak. Oleh karena itu ibu cenderung lebih banyak bicara dan akrab secara verbal kepada anaknya, ini di karenakan kaum wanita umumnya memang lebih verbal ketimbang pria. Ibu lebih sering menggunakan kata penegasan, cenderung lebih mengekspresikan dengan lebih jelas dan membicarakan masalah yang melibatkan disiplin.
Ibu sering mengutamakan kebutuhan anak-anaknya sebelum dirinya sendiri, bahkan ibu juga sering tampak rela berkorban demi anak misalnya, saat makan bersama diluar, sering kali ibu akan menyuapi anaknya lebih dahulu setelah itu ia bisa memakan makanan yang tersisa dari anaknya. Ibu banyak kompromi dalam menegaskan kedisiplinan pada anak.
Gaya Pengasuhan Ayah.
Ayah umumnya lebih fokus pada harapan yang tinggi terhadap anak-anak dan mendorong anak-anak untuk menyampaikan secara konsisten. Ayah cenderung kurang fokus untuk membuat anak merasa nyaman atau aman, sebaliknya ayah lebih suka menantang anak-anaknya dan membantu mereka bersiap menghadapi dunia nyata. Dalam hubungan emosional yang dimiliki seorang ibu dengan anaknya tidak serup dengan ayah. Misalnya, seorang ayah yang memiliki anak kembar sering kali sulit untuk membedakan bayinya,sedangakan istrinya sama sekali tidak bermasalah.
Ayah, biasanya tidak banyak bicara seperti yang dilakukan oleh ibu, sebaliknya seorang ayah umumnya berkata singkat langsung dan kepada intinya. Ayah juga tampak “terlalu tangguh”, dibandingkan ibu namun ketangguhan ayah bertujuan untuk membantu anak dalam menghadapi kehidupan nyata. Dari sudut pandang disipliner, ayah cenderung memaksakan langsung konsekuensi dan baru mengajak berbicara dilain waktu. Oleh karena itu ayah cenderung kurang berkorban untuk anak setidaknya dengan cara yang jelas terlihat. Pengorbanan ayah cenderung lebih berfokus pada keluarga secara keseluruhan, sehingga terlihat kurang pada anak-anaknya.
Gangguan Berbicara-Bahasa Anak.
Penelitian menyebutkan bahwa gawai berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan bicara-bahasa anak. Perkembangan bicara-bahasa anak dapat baik bila orang tua memberikan stimulasi bahasa kepada anak seperti mengajak anak berkomunikasi atau berinteraksi langsung. Sebaliknya untuk anak yang teerlalu sering menggunakan gawai, anak akan lebih sibuk “Berinterkasi”dengan gawainya sehingga tanpa disadari akan mengurangi waktu mereka berinteraksi dengan orang disekitar.
Ketika bermain game atau menonton video di gawa, komunikasi hanya terjallin satu arah saja. Padahal untuk merangsang kemampun bahasa anak, orang tua perlu sering mengajak anak berbicara, menceritakn cerita untuk anak, bernyanyi bersama, dan lain sebagainya.Kurangnya rangsangan ini mengakibatkan kemampuan berbicara anak tidak optimal dan hal ini berpotensi menimbulkan gangguan bicara-bahasa pada anak.
Gangguan Sosial-Emosi.
Penelitian dari Illinois State University menyebutkan bahwa “tidak hadir”-nya orang tua karena pengaruh teknologi dapat menyebabkan masalah dalam perilaku anak. Hal ini disebut dengan istilah technoference, yaitu iteruksi teknologi yang membuat anak sering gelisah, kurang mampu mengontrol emosi, mudah frustasi, dan lebih sering merajuk dari padabiasanya.
Cyberbullying atau perundungan siber atau jenis perundungan (bullying) yang dilakukan secara digital. Biasanya ada serangkaian dari berulangnya perilaku agresif yang sengaja dilakukan oleh kelompok atau individu ddengan menggunakan sarana elektronik. Tujuan dari perilaku tersebut adalah mengancm, mengintimidasi, atau memprmalukan korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya sendiri menggunakan ponsel, e-mail, room chat, sosial media seperti instagram, facebook, whatsApp, ataupun blok pribadi. Dampak psikologi dari cybebullying baik kepada koran ataupun pelaku sangat berbahaya. Diantaranya mereka memiliki tingkat kecemasan tinggi, tingkat depresi yan tinggi, meningkatnya masalah disekolah maupun partisipasi dalam permasalahan perilaku didunia nyata lainnya.
Kecanduan adalah paparan layar gawai dapat menginduksi pelepsan hormon dopamine yang berperan penting dalam pembentukan sikap kebergantungan atau kecanduan. Remaja yang sering menghabiskan waktu dengan perangkat elektronik seperti bermain game online atau menonton drama akan mulai kehilangan waktu bersosialisasi. Kecanduan akan hal ini berdampak pada munculnya rasa kebergantungan terhadap perangkat digital, serta menimbulkan sikap individual dan acuh tak acuh.
Dampak Positif Perangkat Elektronik Bagi Anak
Selain dampak negatif yang telah kami bahas sebelumnya, perangkat elektronik juga memiliki dampak yang positif. Hanya saja dampak positif ini muncul jika perangkat tersebut di gunakan sebagai media atau sarana belajar, bukan sebagai alat untuk mengahlikan perhatian anak ketika orang tua sedang sibuk.
Beberapa jenis vidio games juga dapat menjadi media untuk menstimulasi perkembangan anak. Vidio games juga dapat membantu anak mengatur kecepatan bermain, mengelola strategi, dan analisis dalam permainan selama masih dalam pengawasan yang baik.
Hal-Hal Yang Dapat Orang Tua Lakukan
Evaluasi Hubungan Anda Dengan Perangkat DigitalHal menarik yang sering kali terjadi saat ini adalah ketika anak dilarang bermain gawai namun orang tua malah sibuk dengan ponsel pintarnya. Anak adalah seorang peniru ulung perilaku anda. Anda tidak bisa berharap bahwa ia mampu mengontrol diri dengan alat elektronik yang ia miliki, ketika anda memberikan contoh yang sebaliknya.Orang tua yang terlalu sibuk dengan gawainya dapat tanpa sadar membuat anak merasa terabaikan atau dikenal istilah absent present, yaitu ketika orang tua dan anak berada dalam satu rungan yang sama, tetapi tidak saling berinteraksi karena sibuk masing-masing.
Buat Aturan Dan Kontrol Digital
Apa bila anda memutuskan untuk mengenalkan perangkat elektronik pada anak, maka penting bagi anda untuk mengetahui batasan waktu ideal bagi mereka dalam menggunakan gawai.
Berikan kegiatan alternatif
- Bermain Board games
- Membaca
- Membuat prakarya
- Pergi ketaman atau tempat terbuka
- Masak Berasama
Itulah mengapa seni dalam mendidik anak merupakan suatu media pendidik untuk mendidik anak dari usia yang masih rentan atau dalam masa pengasahan otak dengan bantuan dari orang tua dan juga guru. Pada masa ini anak perlu diberikan lingkungan yang aman, menarik, dan meminimalkan kompetisi (bagi anak), juga menggunakan disiplin dengan tahapan perkembangan anak bantuan orang tua dan juga guru.
Dengan demikian dalam mendidik anak, pendidik yang berkualitas tentu tidak memiliki pemikiran yang sempit, dimana mereka merasa harus selalu mengontrol anak, harus sempurnah mendidik anak, atau pun sebaliknya, yaitu harus menuruti kemampuan anak di era 4.0. Cara mendidik anak perlu dihargai dengan keunikannya dan berbagai tahapan perkembangan yang akan dilaluinya harus didukung oleh lingkungan keluarga dan lingkungan luar.
Penulis:
Nurhayati Tine1, Fikri2, Trias3, Tira4, Wiwid5, Rini6, Masyita7, Nazwa8, Virgina9, Rabiatul10, Ramla11, Ananda12, Prahara13, Pratiwi14, Muli15, Fira16, Ram17, Endang18, Maysarah19, Riyanti20, Rosalinda21, Imel22, Amel23, Astrid24, Nia25, Cinda26, Dela27,Nurnaningsih28