fip.ung.ac.id, Opini – Guru sebagai suatu profesi dituntut untuk selalu mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru harus memiliki keterampilan yang sesuai zaman nya agar dapat beradaptasi dan dapat mengajarkan peserta didik bagaimana secara bijak menggunakan teknologi. Seorang anak yang terekspos pada internet akan mudah mempercayai informasi di internet, guru memiliki tanggung jawab sebagai pendidik agar peserta didiknya tidak terpengaruh oleh hal seperti itu saat memakai gadget dan membuka internet.
Sebagai guru anda pasti pernah sebelumnya di posisi seperti siswa kita sekarang. Pertanyaan-pertanyaan yang pernah muncul dalam benak kita adalah siapakah guru pavorit mu? Spontan, kita bisa menyebutkan nama salah seorang guru kita di SD, SMP atau SMA. Kalau pertanyaan itu dibalik , apakah saya sudah menjadi guru favorit? Apakah mereka menunggu jam pelajaran saya, atau malah ada siswa yang berucap ‘kalau bisa ibu ngak usah masuk aja ya’. Jika kalimat itulah yang terbersit di hati siswa, berarti kehadiran kita tidak ditunggu kedatangannya, tidak diharapkan muncul di depan kelas, karena siswa kita tidak tertarik dengan apa yang kita sampaikan di depan kelas. Pernahkah kita merefleksi diri jika kejadiannya seperti itu?
Profil Guru Penggerak
Tugas terpenting guru bagaimana siswa berubah, esensi pendidikan itu, terjadinya perubahan tingkah laku siswa kearah yang lebih baik. Selama mengajar pernahkah kita berefleksi terhadap cara kita mendidik? Pernahkah membuat siswa kita merdeka dalam belajar? Merdeka belajar merupakan prasyarat pertama dan utama agar proses belajar terjadi secara alami, tanpa paksaan, tanpa ganjaran, apalagi hukuman.
Pernyataan Mas Menteri pada Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Pendidik Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada 27 s.d. 30 November (yang mengamanahkan kepala sekolah untuk mencari satu saja guru penggerak di sekolahnya untuk didukung, dan diberikan kewenangan melakukan perubahan yang diinginkan. Karena guru penggerak berani berinovasi dan berkreasi).
Guru penggerak pada era Revolusi Industri 4.0, merupakan kebutuhan mendasar bagi sekolah untuk menumbuhkembangkan inovasi dan kretivitas yang mendorong cepatnya reformasi pendidikan bagi bangsa. Guru penggerak akan menjadi inspirasi bagi guru lainnya. Menginspirasi peserta didiknya, dan akhirnya jika diberikan keleluasaan penuh oleh kepala sekolah akan membuat lembaga pendidikan tersebut melesat dan berbeda dari sekolah yang lainnya.
Napas sang guru penggerak adalah mencipta perubahan, perubahan kecil dari ruang kelasnya, setiap hari, dengan mengajar, mendidik dan menghantar para siswanya agar mampu mengikuti perkembangan zaman yang semakin kompleks. Perubahan yang tercipta dari inovasi dan kretivitas untuk para siswa dan pelaku pendidikan di sekolah jika dilakukan dengan cinta dan komunikasi yang baik, akan menjadi pendorong yang lainnya mengikuti perubahan.
Era revolusi industri 4.0 mengubah cara pandang tentang pendidikan. Tidak sekedar merubah cara mengajar, tetapi jauh lebih esensial, perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Industri 4.0 bercirikan kehadiran teknologi-teknologi baru yang meleburkan dunia fisik, digital, dan biologis, yang diwujudkan dalam bentuk robot, perangkat computer yang mobile, kecerdasan buatan, kendaraan tanpa pengemudi, pengeditan genetic, digitalisasi pada layanan public, dsb. Pada industry 4.0 peralatan, mesin, sensor, dan manusia dirancang untuk mampu berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan teknologi internet yang dikenal sebagai “Internet of Things (IoT)” (Maria, Shahbodin, Pee, 2016).
Era revolusi industri 4.0 berdampak pula dalam dunia pendidikan. Pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran, penyelesaian berbagai tugas, dan peningkatan kompetensi guru, tak bisa lepas dari arus perkembangan informasi dan teknologi. Menghadapi tantangan tersebut, guru sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan dituntut untuk siap berubah dan beradaptasi. Peran guru tak bakal tergantikan oleh mesin secanggih apa pun. Sebab, guru diperlukan untuk membentuk karakter anak bangsa dengan budi pekerti, toleransi, dan nilai kebaikan. Para guru juga mampu menumbuhkan empati sosial, membangun imajinasi dan kreativitas, serta mengokohkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Dunia pendidikan saat ini juga dituntut mampu membekali para peserta didik dengan keterampilan abad 21. Keterampilan ini adalah keterampilan peserta didik yang mampu untuk berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif, ketrampilan berkomunikasi dan kolaborasi. Selain itu keterampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta terampil menggunakan teknologi dan informasi.
Siswa pada masa ini sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0, sehingga menunjukkan bahwa produk lulusan sekolah harus mampu menjawab segala tantangan industri dalam kehidupan di negara ini. Melihat tantangan tersebut guru diharuskan untuk mampu meningkatkan kompetensi untuk menghadapi siswa generasi yang menjadi topik pembicaraan dunia saat ini yang disebut Generasi-Z atau Gen-Z
Kompetensi Guru Penggerak
Tantangan sebagai guru penggerak tidak berhenti pada kemampuan menerapkan teknologi informasi pada proses belajar mengajar, akan tetapi menurut Qusthalani dalam laman rumah belajar Kemendikbud, ada 5 kompetensi yang harus disiapkan guru. Pertama, educational competence, kompetensi pembelajaran berbasis internet sebagai basic skill. Kedua, competence for technological commercialization. Artinya seorang guru harus mempunyai kompetensi yang akan membawa peserta didik memiliki sikap entrepreneurship dengan teknologi hasil karya inovasi peserta didik.
Ketiga, competence in globalization, yaitu, guru tidak gagap budaya dan mampu menyelesaikan persoalan pendidikan. Keempat, competence in future strategies, kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture,joint-research, joint-resources, staff mobility, dan rotasi. Kelima, counselor competence, yaitu kompetensi guru untuk memahami bahwa ke depan masalah siswa bukan hanya kesulitan memahami materi ajar, tetapi juga terkait masalah psikologis akibat perkembangan zaman.
Tak kalah pentingnya, ketersediaan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, oleh karena itu pemerintah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan fasilitas sarana dan prasarana pembelajaran berbasis teknologi yang mumpuni secara merata hingga pelosok nusantara yang agar siswa generasi penerus bangsa ini dapat memperoleh bekal yang layak dan cukup dalam menghadapi persaingan era revolusi industri 4.0.
Kontribusi Guru Penggerak
Komunitas di Indonesia biasanya terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat dan adat, organisasi, cendekiawan, relawan, dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk mewujudkan pendidikan terbaik bagi seluruh murid Indonesia, semua pemangku kepentingan bersama Kemendikbud perlu berkomitmen untuk bergotong royong menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran. Inovasi-inovasi ini harus relevan dan berdampak baik untuk mencapai tujuan utama kita semua, yaitu peningkatan kualitas belajar murid Indonesia (Kemendikbud, 2020a), salah satu komunitas yang ada di Indonesia terkait dengan pendidikan adalah Guru Penggerak.
Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid. Guru Penggerak menggerakkan komunitas belajar bagi guru di sekolah dan di wilayahnya serta mengembangkan program kepemimpinan murid untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Untuk menjadi Guru Penggerak, Guru harus mengikuti proses seleksi dan pendidikan Guru Penggerak selama 9 bulan. Selama proses pendidikan, calon Guru Penggerak akan didukung oleh Instruktur, Fasilitator, dan Pendamping yang profesional (Kemendikbud, 2020a).
Guru penggerak adalah guru yang mengutamakan murid dan pembelajaran untuk murid, sehingga dalam mengambil tindakan tanpa disuruh, diperintah untuk melakukan yang terbaik (Kemendikbud, 2019). Guru penggerak ini minimal ada satu di setiap unit pendidikan. Mereka ini akan diberikan ruang untuk berinovasi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Guru penggerak ini menambah peran guru yang sebelum nya adalah guru professional. menurut Pasal 20 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru memiliki 4 kewajiban utama (Dudung, 2014).
Guru di era sekarang dituntut untuk dapat melaksanakan tugas utamanya dengan menunjukkan kemampuannya yang ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi dan/atau bidang studi sesuai bidang ilmunya (Ardi, Erlamsyah, & Ifdil, 2017). Dengan demikian maka guru tersebut dapat dikatakan sebagai guru professional. Program guru penggerak memaksa Guru untuk berubah dan lalu perubahan yang berjalan panjang akan 117 menghasilkan budaya baru. Budaya tersebut kemudian menjadi sebuah kompetensi yang diharapkan pemerintah.
Berdasarkan keterangan dari Kemendikbud (2020c) program ini akan menciptakan guru penggerak yang dapat: 1) Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi dan kolaborasi secara mandiri; 2) Memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik; 3) Merencanakan, menjalankan, merefleksikan dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua; 4) Berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan menumbuhkan kepemimpinan murid; 5) Mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar sekolah.
Guru Penggerak diharapkan menjadi katalis perubahan pendidikan di daerahnya dengan cara: 1) Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya; 2) Menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah; 3) Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah 118; 4) Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antar guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; 5) Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong wellbeing ekosistem pendidikan di sekolah.
Penulis: Nancy Katili, Ansar, Hariadi Said, Arwildayanto (Dosen Universitas Negeri Gorontalo)