fip.ung.ac.id, Gorontalo – Dalam rangka meningkatkan produktivitas Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi para dosen dan peneliti, Guru Besar Tetap FIP UNG, Prof. Dr. Abdul Rahmat, M.Pd mengatakan, Dosen Butuh Jam Terbang dalam Menulis Buku Referensi.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber pada Workshop Pelatihan Penulisan dan Penerbitan Buku Referensi Sampai Terbit, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas Perguruan Tinggi, Jumat (27/01/2023) pada pukul  09.00 s/d 12.00 WIB, tempat: Platform Via Zoom: Grup Whatsapp, yang diikuti oleh 300 peserta dosen dan praktisi dari berbagai Perguruan Tinggi.

Prof. Dr. Abdul Rahmat, M.Pd mengatakan, DKLPT adalah Asosiasi Dosen Kolaborasi Lintas Perguruan Tinggi bergerak dalam bidang menulis buku dan jurnal nasional/internasional. Manfaat menjadi anggota asosiasi tersebut adalah untuk membuka relasi, jaringan (informasi dosen) dan mengembangkan karir dosen dalam dunia pendidikan.

“Adapun yang mendirikan asosiasi ini adalah seorang dosen bernama Dr. (Cand) Nanda Saputra, M.Pd., beliau juga seorang pengelola Penerbit Yayasan Muhammad Zaini dan pendiri Pedir Research Institute (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).

“Buku referensi adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu. Buku tersebut membahas topik yang cukup luas (satu bidang ilmu). Urutan materi dan struktur buku teks disusun berdasarkan logika bidang ilmu (content oriented),” ujar Prof. Rahmat.

Prof. Rahmat mengatakan, buku referensi yang baik adalah berupa suatu media yang memuat kumpulan fakta-fakta terkait yang dijadikan satu bidang ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, buku referensi adalah buku yang memuat informasi ringkas dan padat semacam ensiklopedia, kamus, atlas, dan jenis-jenis buku pedoman lainnya.

“Dalam dunia pendidikan, buku referensi dijadikan salah satu sumber ajar bagi guru atau dosen dan merupakan salah satu jenis buku ajar yang dikeluarkan oleh Dikti”

“Buku jenis ini memuat informasi yang bersifat mudah untuk ditemukan agar pencarian data menjadi lebih efisien. Buku referensi yang baik tidak ditentukan bagaimana penulisan buku tersebut dilakukan, tetapi lebih kepada jumlah data dan referensi data secara komprehen,” ucapnya.

Menurutnya, buku referensi ini dibuat menjadi dua bagian, yaitu bagian luar buku dan bagian dalam buku. Bagian dalam buku dibagi menjadi tiga subbagian yaitu preleminaries, batang tubuh (isi utama), dan postliminaries. Ciri-Ciri Buku Referensi yang baik: 1. Hasil Penelitian. 2. Digunakan oleh Dosen untuk Mengajar. 3. Isi Buku Sesuai Alur Logika. 4. Disajikan dengan Bahasa Formal. 5. Dipublikasikan dengan ISBN. 6. Membahas Satu Bidang Ilmu. 7. Tebal Buku Sesuai Ketentuan. 8. Bisa Digunakan Sebagai Acuan Menulis Buku Referensi.

“Dalam menulis buku referensi yang baik, ada beberapa kriteria yang harus ada: Pertama, sebagai buku yang menekankan edukasi, maka menulis buku referensi harus memenuhi syarat kelayakan materi atau kelayakan isi. Isi buku yang baik sesuai dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar”

“Kompetensi Inti disusun oleh penulis agar tidak keluar dari pakemnya. Disamping itu, penulis juga perlu memperhatikan kompetensi dasar mata pelajar, demi menciptakan keselarasan dengan cabang ilmu yang akan ditulis. Setiap disiplin ilmu satu dengan yang lain memiliki kompetensi dasar yang berbeda-beda. Misalnya terkait dengan substansi keilmuan, demografi, life skill, hingga wawasan,” ungkapnya.

Kriteria yang kedua, kata Prof. Rahmat, penulis memberikan tampilan isi buku yang sederhana agar isi mudah dipahami. Apa saja kelayakan pengemasan yang sesuai system? Setidaknya dapat memperhatikan tentang teknik, pembelajaran dan materi yang hendak akan ditulis. Penulis juga tidak ada salahnya untuk melakukan pengecekan penjilidan. Apakah penjilidan sudah maksimal atau sebaliknya.

“Karena sekarang banyak penerbit yang tidak memperhatikan kualitas cetak, asal cetak saja. dampaknya, hasil bukunya mudah rusak. Hal-hal remeh semacam ternyata juga mempengaruhi ketertarikan pembaca buku juga ternyata. Ketiga, penggunaan bahasa menentukan buku itu membosankan atau menyenangkan. Seringkali penggunaan bahasa yang tidak pas karena terjadi ketidaksesuaian demografi dengan usia pembaca”

“Tidak dapat dipungkiri bahwa usia pembaca dapat menimbulkan hilangnya semangat untuk membaca. Jika buku referensi diperuntukan untuk pelajar SMA, maka penggunaan bahasa disesuaikan dengan gaya anak SMA. Intinya, dari segi keterbacaan, agar pembaca merasa cocok. Sedangkan dari segi kaidah bahasa Indonesia yang baik, dapat dengan memperhatikan apakah yang ditulis logis atau tidak,” ucap Prof. Rahmat.

Lebih jauh, Prof. Rahmat menjelaskan, criteria yang keempat, selain memperhatikan substansi isi dan penggunaan bahasa, hal yang tidak boleh diabaikan adalah memperhatikan kelayakan grafik. Terutama bagi Anda yang isi bukunya dilengkapi dengan grafik, gambar dan semacamnya.

“Setidaknya ada beberapa hal kelayakan kegrafikan, yang meliputi format teknis penulisan buku, desain isi, kualitas cetakan, desain bagian kulit, kualitas kertas dan kualitas jilidan. Sebenarnya tidak hanya grafik, gambar atau daftar tabel pun juga berlaku sama. Terkait teknis penulisan grafik harus memenuhi syarat”

“Syaratnya adalah, gambar grafik selaras dan singkron dengan isi uraian yang sedang di bahas. Kemudian di bawah grafik, diberi keterangan satu kalimat. Di samping keterangan, di cantumkan sumber, khusus grafik/tabel yang diambil dari sumber lain. Jika grafik/tabel buatan sendiri, maka tidak perlu mencantumkan sumbernya dari mana,” ujarnya.

Sumber Rujukan:

  1. Sorenson, S. (2023). Webster’s New WorldTM Student Writing Handbook. New York: Prentice Hall.
  2. Gie, TL. (2002). Terampil Mengarang. Yogyakarta: Penerbit Andi.
  3. Tim Editor LIPI Press, (2014). Pedoman Penerbitan Buku LIPI Press. Jakarta: LIPI Press.
  4. Tarigan, Guntur. H.D. (2008). Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
  5. Bambang, T. (2012). Tak Ada Naskah yang Tak Retak. Bandung: Trim Komunikata.
  6. Bambang, T. (2012). Apa dan Bagaimana Menerbitkan Buku: Sebuah Pengalaman Bersama Ikapi. Jakarta: Ikapi.
  7. Rahmat A (2021). Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif. Gorontalo: Ideas Publishing
  8. Bambang T. (2017). Konversi Kti Nonbuku Menjadi Buku, Jakarta : Institut Penulis Indonesia

Leave a Comment