fip.ung.ac.id, Gorontalo – Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo (FIP UNG) Dr. Candra Cuga, M.Pd menjadi narasumber pada seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Manado (FIPP Unima), Selasa (14/02/2023).
Pada kesempatan tersebut, Dr. Candra Cuga, M.Pd menyampaikan materi tentang Transformasi Kelembagaan Sekolah untuk Mencegah Tiga Dosa Besar Pendidikan. Tiga Dosa Besar Pendidikan adalah 1) Perundungan, 2) Kekerasan Seksual, dan 3) Intoleransi. Hal ini yang perlu di cegah dan dihapuskan untuk menjaga hak warga negara atas pendidikan/pekerjaan.
“Data menunjukkan, kekerasan baik berupa perundungan, intoleransi, maupun kekerasan seksual merupakan pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia. Sebanyak 41% pelajar berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam satu bulan, (Studi PISA, 2018)”
“Kata kunci yang bisa menandai suatu tindakan sebagai bentuk kekerasan adalah adanya paksaan dari satu (atau lebih pihak) terhadap pihak lain dalam suatu perbuatan, yang bertujuan untuk memiliki kuasa atas pihak yang dipaksa,” ujar Candra.
Candra mengatakan, definisi perundungan menurut Sullivan (2011), bullying adalah tindakan agresi atau manipulasi atau pengucilan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan berulang-ulang oleh individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lain.
“Secara umum, aksi-aksi perundungan yang terjadi ini dapat dikategorikan menjadi empat bentuk utama yakni perundungan verbal, perundungan fisik, perundungan sosial atau relasional, perundungan daring (cyber bullying),” ucapnya.
Lebih lanjut, Master Trainer Roots Anti Perundungan Puspeka RI itu menjelaskan mengenai kekerasan seksual yang dilaporkan ke lembaga layanan dan Komnas Perempuan sepanjang 2012–2021, (Catahu Komnas Perempuan, 2012 – 2021).
“69% kasus kekerasan berbasis gender (KBG) di ranah public terjadi di dunia siber, dan 49% kasus yang masuk di lembaga layanan Komnas Perempuan merupakan kasus kekerasan di tempat tinggal atau rumah, (sumber: Komnas Perempuan, 2021”
“Kekerasan seksual memberikan dampak negatif pada korban dan tergantung derajat keparahannya, dan juga dampak dapat bersifat permanen. Efeknya paling besar, namun paling sulit dibuktikan antara lain: merasa tidak aman, merasa takut, mendapatkan label negative, kesulitan membangun hubungan social, merasa terisolasi, merasa bersalah, merasa malu, tidak percaya diri, merasa harga diri negative, dan marah,” jelas Candra.
Selanjutnya, mengenai masalah intoleransi. Kata Candra, Intoleransi ini merupakan kekerasan biasa yang bermula dari ketidak mampuan bertoleransi atas perbedaan (apapun). Nilai atau pendekatan yang perlu kita berikan kepada anak antara lain: yang pertama mengembangkan hubungan reflektif (untuk membahagiakan orang lain, dimulai dari membahagiakan diri sendiri)”
“Yang kedua, menanamkan disiplin positif pada buah hati (disiplin yang tanpa ada ancaman, tanpa ada hukuman, dan tanpa ada sogokan), dan yang ketiga, Belajar Efektif (mendampingi buah hati sesuai dengan tahap perkembangan usia anak, dan membina hubungan baik dengan sekolah).
“Tiga pesan kunci yang perlu dibicarakan bersama anak adalah Beda itu perlu (untuk berkolaborasi), Beda itu biasa, Beda tapi setara (tidak ada yang lebih rendah daripada yang lain),” ujarnya.
Ia mengatakan, perilaku bullying yang terjadi antara anak laki-laki dan anak perempuan cenderung berbeda. Maka dari itu, dalam menangani perilaku bullying tidak boleh disamakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, karena jenis perilaku bullying yang terjadi juga cenderung berbeda.
“Teknik Mengurangi Bullying, Kendalikan Emosi Anda. LAKUKAN: Tampil tenang, rileks, dan percaya diri; gunakan nada rendah dengan suara yang tenang. Sadari pilihan kata. Tetaplah hargai perasaan anak. Jika Anda merasa kehilangan kontrol, panggillah rekan Anda, guru lain, satpam, atau (dalam kasus yang lebih serius) polisi. JANGAN LAKUKAN: Defensif atau menunjukkan emosi jika komentar atau penghinaan ditujukan pada Anda.
“Berkomunikasi Secara Efektif (Tunjukkan Bahasa Tubuh). LAKUKAN: Berikan ruang fisik antara Anda dan siswa, posisikan tatapan mata Anda sejajar (berlutut, duduk, atau membungkuk jika diperlukan), jaga tangan Anda agar tidak berada di dalam saku, dan berdiri serong di depan siswa. JANGAN LAKUKAN: Membalikkan punggung Anda, berdiri secara penuh di depan siswa, mempertahankan kontak mata secara konstan, senyum, atau berdebat”
“Berdiskusilah. LAKUKAN: Percaya pada insting Anda, berempati dengan perasaan tapi tidak ditunjukkan dengan perilaku (ikut menangis, marah, dsb), menyarankan alternatif, dan jelaskan dengan nada tegas tapi hormat. JANGAN LAKUKAN: Bersuara keras, berteriak, menjerit, berpendapat, atau menganalisis,” terangnya.
Candra menambahkan, Seminar Nasional ini dihadiri oleh sekitar 700 lebih mahasiswa FIPP Unima dan dirangkaikan dengan penanda tanganan IA (Implementation of Arragement) bersama ketua Jurusan Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Prodi PG-PAUD FIPP UNIMA. Dekan FIPP Prof. Dr. Harol Lumapow, M.Pd turut mengapresiasi penyampaian materi dari narasumber.
“Menurut Dekan FIPP, materi yang disampaikan memberikan wawasan solutif terkait pencegahan tiga dosa besar pendidikan di Unima dan secara khusus di FIPP, yang didasarkan pada kajian ilmiah. Dekan FIPP berpendapat, bahwa Transformasi Kelembagaan Sekolah untuk mencegah 3 dosa pendidikan merupakan strategi yang tepat khususnya jika terwujud dalam model manajemen sekolah”
“Bagi beliau, seminar yang diselenggarakan adalah bukti dukungan terhadap program menteri pendidikan terlebih khusus menunjang program Pusat Penguatan Karakter. Apresiasi juga disampaikan oleh ketua jurusan Pendidikan Dasar Dr. Roos Tuerah, M.Pd. bahwa materi yang disampaikan memberikan pencerahan pencegahan perundungan, kekerasan seksual, dan intolerasi untuk dosen dan mahasiswa. Lebih lanjut, kajur dikdas menyarankan untuk melakukan kolaborasi riset bersama terkait pencegahan 3 dosa pendidikan yang secara khusus fokus ekosistem PAUD dan Sekolah Dasar,” tandasnya.