fip.ung.ac.id, Gorontalo – Setelah memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tanggal 2 Mei lalu, maka bangsa Indonesia, pada bulan yang sama akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang akan diperingati pada 20 Mei mendatang. Dus momentum penting ini memiliki korelasi sejarah yang bertumpu pada keluhuran budi mengangkat harkat dan martabat bangsa secara menyeluruh.
Sejarah menyuguhkan pelajaran untuk menatap masa depan. Oleh karena itu, mendiang Presiden Soekarno sejak Indonesia merdeka, menggelorakan ” Jas Merah” atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”, sebagai instrumen penting untuk merefleksk sekaligus memaknainya hingga melahirkan kesadaran kolektif untuk mengawal proses kemajuan bangsa ini.
Dalam kerangka itulah, tulisan ini dirilis untuk menggugah nurani kebangsaan seluruh elemen tentang pentingnya memakna dan mereflekskan Harkitnas sebagai momentum untuk bangkit mempersatukan seluruh elemen kekuatan bangsa agar tetap bersatu padu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditinjau dari aspek historisnya, peringatan Harkitnas bermula dari lahirnya pergerakan nasional Budi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang dipimpin Dr. Soetomo dan digagas Dr. Wahidin Soediro Hoesodo yang hendak membangkitkan semangat persatuan mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dari berbagai literatur disebutkan, bahwa tujuan didirikannya organisasi Boedi Oetomo antara lain, membangkitkan menyadarkan masyarakat Indonesia, melestarikan budaya dan kekayaan nasional sebagai sumber kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup, salah satunya melalui sektor pendidikan.
Dari referensi sejarah inilah, maka peringatan Harkitnas pada hakekatnya memiliki relevansi dengan perjuangan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteks kekinian dan masa depan. Paling tidak, dalam kerangka peringatan Harkitnas 20 Mei mendatang, menjadi momentum penting bagi guru dan elemen pendidikan lainnya dalam melahirkan rumusan pendidikan yang relevan dengan perkembangan zaman.
Saat ini, terutama elemen guru dan pendidik diperhadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Perkembangan teknologi informasi yang ditandai dengan merebaknya media sosial (medsos), seakan memaksa guru dan pendidik untuk melahirkan konsep pembelajaran yang adaptatif dengan perkembangan zaman. Artinya, metode pembelajaran pada era sebelum medsos merebak, sangat penting diformulasikan kembali oleh elemen guru dan pendidik agar terterima dan relevan dengan perkembangan zaman.
Momentum Harkitnas dengan demikian, diharapkan menjadi bagian penting dalam membangkitkan kesadaran guru untuk mengemas, mendesain dan merefleksikan metode pembelajaran di kelas agar bersesuaian dengan perkembangan teknologi informasi yang kian berkembang pesat. Sebagai gambaran, jika selama ini, Guru lebih cenderung menerapkan metode pembelajaran “kognitif” yang menempatkan peserta didik sebagai obyek yang harus “diceramahi” dan diisi dengan pengetahuan-pengetahuan dasar, maka sudah saatnya metode kognitif tersebut dikurangi intensitasnya dan digantikan dengan metode pembelajaran “psikomotorik” yang lebih dominan.
Perubahan metode pembelajaran dari kognitif ke psikomotorik yang lebih dominan tersebut, cukup beralasan, mengingat anak-anak didik saat ini, sudah sangat familiar dengan informasi-informasi serta beragam pengetahuan yang diperoleh dari medsos dan internet yang setiap hari dan setiap saat berada dalam genggaman mereka. Bahkan dikhawatirkan, guru “kalah update” dengan siswa dalam hal mengakses informasi dan pengetahuan dari internet.
Oleh karena itu, konsep atau metode pembelajaran psikomotorik menjadi alternatif pilihan yang sangat penting dan strategis untuk diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satunya adalah praktek diskusi atau debat yang melibatkan kelompok-kelompok siswa untuk mempermantap dan mengasah daya nalar atau daya berpikir anak didik secara lebih terarah. Sekaligus menjadi wahana bagi siswa untuk mengekspresikan pengetahuan atau informasi serta berbagai persoalan yang mereka dapatkan melalui internet dan media sosial.
Memang idealnya dalam proses pembelajaran, metode kognitif, afektif dan psikomotorik itu dilakukan secara seiring dan sejalan. Hanya saja dalam prakteknya, terkadang guru cenderung berlama-lama dalam memberikan materi ajar sehingga siswa menjadi pasif, diam terpaku menyimak apa yang disampaikan oleh guru. Hal itu terkadang mengundang kebosanan dan kejenuhan anak didik.
Oleh karena pembelajaran interaktif dan diskusi misalnya, untuk bidang studi tertentu sangat penting dilakukan untuk merangsang daya nalar dan daya pikir anak didik sehingga mereka menjadi aktif dan kritis, sekaligus melatih dan menanamkan keluhuran budi tentang pentingnya etika, sopan santun dan sportivitas anak didik.
Peringatan Harkitnas tahun ini dengan demikian, diharapkan menjadi momentum penting bagi guru untuk bangkit dalam mereformasi atau memformulasikan konsep dan metode pembelajaran yang dapat mengarahkan anak didik menjadi aktif, kreatif,inovatif dan berpikir kritis dalam rangka mempersiapkan generasi yang unggul, berakhlak, berkarakter kebangsaan guna menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Semoga (***)